Menurut Din, keputusan pemblokiran situs Islam dilakukan pemerintah sejatinya belum matang dibahas antara Menkominfo dengan organisasi Islam, seperti Muhammadiyah.
Namun, ketika terdapat panel yang dibentuk Menkominfo untuk membahas masalah tersebut, datang tekanan dari surat Badan Nasional Penanggulangan Terorisme (BNPT), sehingga situs radikal langsung diberangus.
“Saya dihubungi pihak Menkominfo dan saya sampaikan bahwa putusan itu (blokir situs radikal) belum matang karena belum dibicarakan,” kata Din kepada wartawan saat persiapan pelaksanaan Muktamar Muhammadiyah ke 47 di Makassar, Kamis, (2/4/2015).
Dikatakannya, pemerintah jangan salah langkah dalam menangani terorisme apalagi dengan pukul rata melakukan pembredelan media berbau radikal yang nantinya menjadi kontraproduktif. Langkah pemerintah yang dilakukan ini justru membuat terorisme terus berkembang.
“Pengamatan saya, cara-cara yang dilakukan pemerintah saat ini justru melanggengkan terorisme,” ujarnya.
Din menjelaskan, kelompok-kelompok yang situsnya diblokir pemerintah tidak akan tinggal diam. Sebaliknya, mereka akan membentuk yang baru, bergerak kembali dan melakukan konsolidasi.
Kemudian garis lingkar dalam yang moderat ikut tersinggung dengan lambang keagamaan dimana nama agama kerap dibawa-bawa dalam aksi kekerasan. Inilah yang akan menimbulkan radikalisme.
Artinya, menurut Din, radikalisasi harus diatasi dengan cara-cara yang taktis, jangan sampai mendorong radikalisme baru. Cara taktis ini yaitu perlunya
kelompok-kelompok yang situsnya diblokir untuk diundang duduk bersama pemerintah memecahkan masalah.
“Pemerintah harus lakukan penerapan persuasif, dialogis terlebih dahulu itu lebih baik. Selain itu, pemerintah perlu bertanya kepada lembaga keagamaan seperti MUI atau ormas Islam menyangkut isu-isu keislaman,” ujarnya.